Tradisi Adat Petambuli adalah dialog adat yang dilakukan mempelai pria bersama tokoh agama sebelum ijab kabul. Dalam ritual ini, mempelai pria meminta izin untuk masuk ke rumah mempelai wanita, menandakan penghormatan dan kesungguhan dalam menjalani pernikahan. Prosesi ini dilengkapi dengan penggunaan tiga benda sakral: Doke (tombak), Guma (parang panjang), dan Kaliavo (tameng). Benda-benda ini bukan hanya simbol, tetapi juga melambangkan keberanian, keteguhan, dan perlindungan yang diharapkan dalam kehidupan rumah tangga.
Namun, tradisi yang kaya akan makna ini kini mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Banyak pemuda Suku Kaili yang menganggap adat ini tidak lagi relevan dengan kehidupan modern. Mereka lebih tertarik pada budaya luar dan gaya hidup praktis yang ditawarkan oleh globalisasi, sehingga semakin menjauhkan diri dari akar budaya mereka.
Muhtar, seorang pelaku Petambuli di Desa Beka, menyampaikan kekhawatirannya. "Tradisi Adat Petambuli adalah jantung dari identitas kami sebagai Suku Kaili. Setiap elemen dalam ritual ini memiliki makna yang dalam dan penting untuk diteruskan kepada generasi berikutnya. Sayangnya, anak-anak muda kita sekarang lebih memilih hal-hal modern dan melupakan tradisi ini," ujarnya dengan nada prihatin.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan tradisi ini, seperti mengadakan pelatihan adat dan sosialisasi budaya, partisipasi generasi muda masih sangat minim. Banyak dari mereka yang lebih tertarik pada pendidikan dan karier di kota, meninggalkan kampung halaman serta tradisi yang mereka anggap tidak lagi relevan.
Muhtar juga menekankan pentingnya peran pendidikan dalam menyelamatkan Tradisi Adat Petambuli. "Kita harus memperkenalkan nilai-nilai adat ini sejak dini kepada anak-anak kita. Jika tidak, mereka akan kehilangan rasa memiliki terhadap warisan budaya ini, dan Tradisi Adat Petambuli akan hilang seiring dengan berjalannya waktu," tambahnya.
Krisis generasi ini tidak hanya mengancam kelangsungan Tradisi Adat Petambuli, tetapi juga mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh berbagai tradisi budaya lainnya di Indonesia. Tanpa langkah-langkah konkret untuk melibatkan
generasi muda, warisan budaya yang kaya ini bisa saja lenyap.